I’m Somebody Else merupakan novel pertama Ade Kumalasari, alumnus jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada. Meski kuliah di jurusan Kimia, penulis aktif di pers mahasiswa dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi Bulaksumur Pos. Novel pertamanya ini diterbitkan oleh Pustaka KataKita pada 2005. Cover novel menggunakan corak warna cerah, diantaranya: orange, cokelat, kuning, dan hijau. Desain sampulnya diwakili oleh sosok seorang cewek berambut pendek dan berkulit sawo matang yang memakai baju kuning dan rok merah.
I’m Somebody Else menceritakan kisah
hidup Alena, seorang artis dan model iklan yang cantik, pintar, kaya, dan
terkenal. Ayahnya seorang pengusaha papan atas yang bisnisnya tersebar di
seluruh negeri. Setiap hari, Alena menjadi incaran wartawan gosip. Alena selalu
berusaha menghindari wartawan. Ketakutan Alena akan wartawan berdampak pada
hubungan asmaranya dengan Aska, seorang mahasiswa jurusan Desain Interior. Alena
bahkan takut mengatakan ‘ya’ saat Aska menyatakan cinta pada Alena.
Selain hal tersebut,
Alena juga dipusingkan dengan salah satu adegan filmnya. Alena dituntut untuk
melakukan ciuman dengan lawan mainnya, sedangkan Alena belum pernah ciuman.
Karena tidak mau ciuman pertamanya dilakukan untuk adegan film, Alena nekad
mencium Aska. Aska yang mengetahui motif Alena menciumnya menjadi marah pada
Alena. Aska menjauhi Alena, bahkan sampai Alena pergi ke Jogja untuk kuliah.
Di Jogja, Alena kuliah
di jurusan Psikologi Universitas Gadjah Mada. Alena mengganti namanya menjadi
Grace. Alena tidak mau ada orang yang tahu bahwa dia adalah artis dan model
iklan terkenal yang selalu jadi incaran wartawan. Pada wartawan, Alena
mengatakan bahwa dia akan kuliah di luar negeri. Selama di Jogja, Alena banyak
dibantu oleh Udin, mahasiswa Filsafat UGM. Udin pula yang mengenalkan Alena
pada pers mahasiswa Bulaksumur Pos yang pada akhirnya dipilih Alena sebagai
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang dia ikuti. Udin adalah Pemimpin Umum di
Bulaksumur Pos.
Eksistensi Alena
sebagai wartawan di Bulasumur Pos mencapai puncaknya ketika Alena berhasil
membongkar pelaku pencurian alat-alat lab di Fakultas Pertanian. Bersama Udin,
Alena didaulat sebagai pahlawan. Keakraban Udin dan Alena menimbulkan cemburu
di hati Ruwi, Pemimpin Redaksi Bulaksumur Pos. Kecemburuan Ruwi semakin menjadi
ketika Udin menghadiahkan sepotong pelangi untuk Alena. Sayangnya, kecemburuan
Ruwi tak beralasan karena Udin tidak menyukai Alena. Sebaliknya, Udin menyukai
Ruwi. Udin hanya menganggap Alena sebagai adiknya. Udin pun sudah tahu sejak
awal kalau Alena adalah seorang artis. Hal ini terungkap ketika rapat akhir
Bulaksumur Pos yang diadakan di sebuah villa di daerah Kaliurang. Udin malah
memotivasi Alena untuk menjadi dirinya sendiri dan tidak perlu lagi melakukan
penyamaran.
Sebuah kejutan tak
terduga untuk Alena. Udin memberitahu Alena kalau Aska menunggunya di villa
papanya. Reno, adik Alena, yang membawa Aska untuk kembali memperjuangkan cinta
Alena. Di villa itulah, Aska menyatakan cintanya pada Alena. Cerita berakhir
dengan bersatunya cinta Alena dan Aska.
Setting
novel I’m Somebody Else berlokasi di
Jakarta dan Jogja. Tokoh Alena merupakan artis dan model iklan ternama di
Jakarta. Karena ingin menghindari kejaran wartawan gosip dan hidup tenang,
Alena memutuskan kuliah di Jogja dengan identitas baru. Singapura juga sempat
mewarnai setting tempat dalam novel
ini. Saat itu, tokoh Alena dan sahabatnya berlibur ke Singapura dalam rangka
merayakan hari kelulusan mereka.
Novel ini diceritakan
dengan gaya bahasa yang ringan dan khas remaja. Bahasa pergaulan anak-anak
Jakarta dengan lo-gue menjadi bahasa
yang mendominasi dialog tokoh-tokohnya ketika setting tempat masih di ibukota.
Ketika tokoh Alena pindah ke Jogja, bahasa yang digunakan menyesuaikan bahasa
masyarakat Jogja yang halus dengan sapaan aku-kamu.
“Gini,
Ka,” Alena menggeser duduknya, merapat ke Aska. “Bentar lagi, ‘kan gue lulus.
Gue belum mutusin mau nglanjutin kuliah di mana. Nah, denger lo nyeletuk Karl
May, gue jadi kepikiran, gimana kalau gue berpetualang aja di suatu kota,
menghilang dari Jakarta yang sesak ini dengan menyamar sebagai seorang yang
lain...”
..........................................................................................................
“Kamu
under estimate sama anak-anak sini,
ya? Tidak semua orang seperti yang ada di benakmu, Grace. Teman-teman di sini
sangat menghargai arti persahabatan, tidak peduli kamu anak siapa atau
seterkenal apa.” Broedin berhenti sejenak, menunggu kata-katanya benar-benar
masuk ke kepala Alena. “Kamu tahu Ruwi anak siapa?” tanya Broedin lagi. Alena
menggeleng.
Pembaca tidak akan
pernah mengalami kesulitan untuk memahami isi novel yang diceritakan secara
ringan ini. Meski dalam novel ini terdapat beberapa kata asing, pembaca tidak akan
kerepotan karena kata asing yang digunakan adalah kata-kata yang sudah familiar
di masyarakat.
Konflik-konflik yang
dibahas di dalam novel ini adalah masalah-masalah yang memang banyak terjadi di
masyarakat, khususnya pada remaja. Ketidakstabilan dunia remaja yang penuh
keindahan dibahas secara menawan oleh pengarangnya. Gaya hidup remaja ibukota
yang glamour tak luput menjadi
sorotan pengarang. Sopan santun yang selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat
Jogja juga diceritakan dalam novel ini. Dari novel ini, pembaca dapat melihat
betapa kontrasnya kehidupan remaja Jakarta dengan remaja Jogja meski kedua kota
ini adalah kota besar di Indonesia. Remaja Jakarta yang slengekan dan selalu to the
point mengalami kesulitan ketika dihadapkan dengan masyarakat Jogja yang
senang berbasa-basi.
Dengan
bantuan Udin, Alena mendapat kos di daerah Sagan. Kosnya lumayan nyaman, dengan
kamar mandi dalam. Ada lima cewek yang kos di sana. Mbak-mbak kosnya tuh
baik-baik semua. Ibu kosnya juga baik dan ramah. Jawa banget. Alena susah
menyesuaikan diri dengan basa-basi ibu kosnya. Mau bilang tarif kamar aja pakai
ngomong panjang lebar dan ber-maaf-maaf segala. Pernah Alena salah mengartikan
undangan makan yang tentunya basa-basi dari ibu kos. Dengan cueknya, Alena
makan dengan lahap di tempat ibu kos. Setelah cerita ke mbak-mbak kosnya, baru
dia tahu kalau itu cuma basa-basi. Pantesan yang lain pada nolak. Alena tengsin
banget.
Gambaran kehidupan
remaja Jakarta golongan atas yang glamour
dengan kehidupan mahasiswa Jogja yang sederhana pun turut memberi warna
tersendiri bagi novel ini. Alena sebagai artis ibukota dan anak pengusaha kaya
bebas memanfaatkan kekayaannya tanpa pernah melihat betapa banyak orang yang
hidupnya kekurangan. Hanya untuk merayakan kelulusannya, Alena mengajak
temannya berlibur ke Singapura. Di Singapura, Alena berbelanja banyak barang
yang tentunya menghabiskan banyak uang. Tak tanggung-tanggung, Alena juga
membuat pesta bertema Hawaii dengan menu makanan yang hanya dapat disajikan
oleh golongan berkelas. Selain itu, Alena rela mengasingkan diri di Bali selama
dua minggu hanya untuk menyukseskan acara menyamarnya. Meski begitu, pengarang
novel ini tak begitu saja menyajikan kemewahan hidup masyarakat berduit.
Pengarang juga menyajikan kehidupan mahasiswa yang sederhana. Bahkan, Alena
sendiri mengakui bahwa kehidupan yang selama ini dia jalanani terlalu hedonis.
Semakin
lama bergaul dengan anak-anak persma, Alena semakin enjoy dengan kehidupan mahasiswa di Jogja. Bukan kehidupan hedonis
yang tiap hari jalan-jalan ke mal atau nongkrong-nongkrong di kafe-kafe. Tapi
kehidupan persahabatan komunitas yang kental, sesama mahasiswa kere yang
mencari hiburan dengan menonton film-film gratis, menghadiri pameran foto dan
lukisan, diskusi peluncuran buku baru dan tentu saja masih setia menghadiri
pesta-pesta perbaikan gizi. Alena juga semakin kritis terhadap kebijakan
rektorat yang mestinya menyediakan pendidikan murah dan berkualitas untuk para
mahasiswa.
Kehidupan Alena setelah
menjadi mahasiswa tentunya sangat kontras dengan kehidupannya ketika masih di
Jakarta. Namun demikian, Alena menjadi banyak belajar tentang hidup. Alena
menjadi semakin menghargai arti persahabatan dan tahu bahwa tidak semua orang
memiliki kehidupan seperti yang dia punya. Pengarang tidak hanya menampilkan
sisi kemewahan semata, tapi juga mencoba membuka mata pembaca bahwa tidak semua
orang dapat hidup dengan mewah.
Novel ini patut
digolongkan sebagai novel yang bagus untuk dibaca. Dengan membaca novel ini,
pembaca dapat belajar banyak hal. Pembaca dapat belajar cara menyamar karena
dalam novel ini diberikan tips menyamar yang baik. Cerita petualang yang
menegangkan juga terdapat dalam novel ini. Selain itu, pembaca dapat belajar
dunia jurnalistik karena novel ini mengupas secara rinci dunia pers mahasiswa.
Pembaca juga dapat belajar memahami privasi
orang lain dengan melihat betapa tidak nyamannya tokoh Alena yang selalu
diburu wartawan gosip. Sebetapa terkenalnya seseorang, dia memiliki privasi yang harus dihargai oleh orang
lain.
Meski
novel ini tergolong bagus, novel ini pun tak luput dari kekurangan seperti
halnya novel-novel lain. Pengarang cukup rinci menggambarkan kejadian demi
kejadian yang terjadi dalam kehidupan tokoh, tetapi kurang mendalam untuk
mendapatkan sebuah cerita yang membekas di benak pembaca. Hal ini dapat dilihat
dari kejadian Aska yang tiba-tiba memaafkan Alena dan datang ke Jogja untuk
memperjuangkan cintanya. Pembaca hanya tahu kalau Aska datang atas jasa Reno,
adik Alena. Pembaca tidak pernah tahu bagaimana bisa Reno mendatangi Aska dan
memintanya memperjuangkan cinta kakaknya. Kejadian ini terlihat aneh karena
sebelumnya Reno membenci Aska, bahkan berniat menghajar Aska, setelah tahu Aska
mempermainkan Alena. Selain itu, kisah Udin yang mencintai Ruwi, bukan Alena,
juga terlihat sedikit ganjil. Pasalnya, Udin tidak pernah menunjukkan
ketertarikannya pada Ruwi. Udin cenderung sangat membela Alena, bahkan
menghadiahkan sepotong pelangi untuk Alena. Di akhir cerita, Udin malah
menyatakan cintanya pada Ruwi. Kejadian ini tentu membuat pembaca
bertanya-tanya mengapa bisa begitu.
Pada
awal cerita, I’m somebody Else
mengangkat kisah kehidupan artis dengan segala tetek bengeknya. Alena sebagai
artis ternama merasa sangat terganggu dengan para wartawan gosip. Setiap
perilaku Alena, setidakpenting apapun itu, selalu menjadi sorotan publik. Bahkan untuk pergi makan di
kantin sebuah kampus pun, Alena mesti menyamar dan menundukkan kepala. Alena
merasa semua privasi-nya diumbar ke
hadapan publik. Ketika ada adegan
ciuman pada salah satu film terbaru Alena, wartawan memberitakannya sebagai cinta
lokasi. Cerita seperti ini tentunya sangat berlebihan. Dunia keartisan tidaklah
se-ekstrim itu. Hal ini terlihat dari
komentar salah seorang pembaca novel ini yang juga seorang artis ternama. Happy
Salma dalam komentarnya mengatakan bahwa, “...dunia keartisan tidak selalu
seperti yang dijabarkan sang penulis,...”.